Hanifan cakep Ifan cakep AA cakep Mamanie and her sons Farhan cute Farhan lucu Farhan imut

Thursday, July 14, 2005

Fitrah Seorang Wanita

Sedari kecil aku dipaksa hidup mandiri. Sebagai anak sulung dengan tiga orang adik yang masih kecil-kecil, aku dituntut untuk hidup lebih dewasa dari umurku yang sebenarnya. Tak ada kakak sebagai tempat untuk bergantung atau sekedar berbagi cerita. Orang tuaku pun terlalu sibuk bekerja untuk menutupi kebutuhan ekonomi keluarga. Semua masalah yang aku hadapi, harus bisa kuselesaikan sendiri.

Mungkin ada bagusnya dididik seperti itu. Aku menjadi wanita yang ulet, tak pantang menyerah dan tidak mau kalah oleh laki-laki. Selalu berprinsip “Kalau laki-laki bisa, kenapa wanita nggak ??”.
Hingga aku selalu berlomba-lomba menjadi ranking pertama di sekolah. Ada rasa bangga rankingku berada di atas laki-laki. Pun beberapa kali terpilih menjadi ketua kelas, membuat aku bisa memerintah para laki-laki.

Semua itu aku lakukan untuk menunjukan kalau wanita itu bukan makhluk yang lemah, yang mudah saja disepelekan oleh laki-laki. Wanita pun mampu melakukan apa yang laki-laki bisa lakukan.

Tapi aku bukan gadis tomboy. Hanya dalam bidang ilmu pengetahuan saja aku berani bertarung dengan laki-laki. Keseharianku biasa saja. Memakai rok, belajar menari, memasak, mengasuh adik-adik. Tapi itu semua hanya sebatas kewajiban membantu orang tua. Buktinya sampai sekarang aku tidak hoby memasak dan tidak suka anak-anak. Kecuali anakku sendiri tentunya.

Tetapi ternyata bagaimana pun dibuat semandiri dan setegar mungkin, wanita tetaplah wanita. Wanita yang dalam suatu masalah kadang membutuhkan bantuan orang lain untuk mencurahkan segala gundahnya. Wanita butuh sahabat yang akan selalu siap menyediakan telinga dan hatinya.

Pernah aku mengalami suatu episode hidup yang hampa. Rasanya tak ada kebahagiaan dalam hatiku. Semuanya hampa. Tak ada yang bisa membuatku tersenyum. Semua sahabatku pun sudah berkeluarga dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Sehingga tidak bisa datang setiap aku membutuhkan kehadirannya.

Aku terjebak dalam rutinitas yang sangat membosankan. Bangun sebelum subuh, mencuci, menyiapkan sarapan, menyiapkan keperluan anak sekolah, pergi ke kantor, pulang sore, kadang malam. Sepulang kerja menemani anak-anak membuat PR, nonton TV, tidur. Begitu dan begitu setiap hari. Jenuh dan sangat membosankan.

Hari-hariku, kuhabiskan dengan menghambur-hamburkan uang. Memanjakan diri di salon kecantikan atau berbelanja tak tentu tujuan. Awalnya kehampaanku terobati. Tapi lama-kelamaan hal itu tidak dapat mengobati kehampaan dalam diriku. Kebahagiaan itu entah kemana, seolah hilang ditelan bumi.

Hingga aku teringat kata-kata sahabatku, “Kebahagiaan itu ada pada keluargamu, pada anak-anakmu. Lihatlah mereka, pandanglah mata anakmu, akan ada kebahagiaan di sana. “

Hari Sabtu aku pun datang ke sekolah anakku. Beberapa orang tua sedang asyik mengobrol sambil menunggu anaknya. Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala, karena tak satu pun yang aku kenali. Karena aku tidak pernah mengantar anakku ke sekolah. Hanya satu kali, ya satu kali hari pertama masuk sekolah, hanya itu.

Aku memandang anakku dari balik jendela. Belajar dengan ceria. Sekilas dia melihat ke jendela. Lalu dia berteriak kegirangan.
“Eh, liat ada mama saya, itu liat di jendela ada mama saya.”
Terlihat dia begitu girang melihat wajahku dari balik jendela. Dia hampiri jendela dan mencoba meraba wajahku dari balik kaca jendela.
“Mamaaa......”
Nampaknya dia tidak sabar lagi menunggu bel berbunyi.

Setelah bel tanda pelajaran usai berbunyi, dia berlari ke luar menghampiriku. Dia memeluk aku dengan hangatnya.
“Hei… Randy, ini mama saya. Saeful….saeful….ini mama saya,” betapa bangganya dia memperlihatkan ibunya pada teman-temannya.

Seketika rasa haru menyeruak dari kalbuku. Seorang ibu yang egois, yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri. Di mata bening anakku, aku melihat sebongkah kebahagiaan itu. Ada sesuatu yang tak dapat kubendung, mengalir hangat di pipiku.

Mungkin inilah fitrahku, fitrah seorang ibu, fitrah seorang wanita.
Disinilah sumber kebahagiaanku.

Nie Troozz

3 Comments:

At 7:13 AM, Blogger widya said...

Perasaan egois gak akan lepas dari sisi setiap orang, tinggal bagaimana kita menerapkannya. Semoga kita bisa menjadi salah seorang yang bisa mengontrol hati & Pikiran secara bijaksana, yah.

 
At 3:40 PM, Anonymous Anonymous said...

Begitulah memang fitrah wanita mbak...
Tapi aku setuju..jd wanita itu harus tegar..harus kuat dan mandiri. Bukan berarti menafikan peran laki2 (suami-red). Tetap meraka adalah qowwam. Hikmah ini aku dapet wkt suami temenku meninggal mendadak..pergi selamanya meninggalkan istri yg tanpa pengasilan tambahan serta anak yg masih kecil

 
At 10:36 PM, Anonymous Anonymous said...

yah, bicara soal kehampaan, aku juga sedang mengalaminya. terjebak dalam rutinitas... sure do!, tapi kadang berpaling pada hal yang lain tidak selalu menjadi solusi. karena masalahnya ada di dalam diri sendiri, itu semua tentang bagaimana kita menikmati rutinitas itu. percaya deh, kalo dinikmatin, air cuka pun bisa terasa manis... (??????"??????? :p)

 

Post a Comment

<< Home