Hanifan cakep Ifan cakep AA cakep Mamanie and her sons Farhan cute Farhan lucu Farhan imut

Wednesday, August 17, 2005

Dendam Membawa Luka (bagian 3)

(makasih yaa masih setia menunggu lanjutannya.....)



“Wah, asyik dong….. bisa tinggal di luar negeri,” timpalku yang makin asyik mendengar ceritanya.


“Aku udah seneng sih, tapi sebelum rencana ini dilaksanakan, ayah memanggil seorang guru mengaji yang akan memberi bekal pada kami tentang pengetahuan agama. Terus terang pendidikan agama kami sangat minim karena kedua orang tuaku adalah aliran kepercayaan. Sedangkan kami disekolahkan di sekolah Nasrani. Waktu itu aku baru menduduki bangku SMP. Kami tidak biasa melakukan sholat dan amalan-amalan wajib lainnya. Kami hanya diajarkan “Eling” pada Yang Maha Esa.”


“Tapi rupanya ayah telah salah mengambil seorang guru. Guru itu berasal dari suatu aliran yang pada saat itu bertentangan dengan pemerintah. Ajarannya agak aneh, aku pun tak tau aliran apa. Hingga suatu hari, guru ngaji itu tertembak oleh penembak misterius di dekat sebuah mesjid besar di kotaku.”


“Dengan tertembaknya guru ngaji itu, ayah dan ibuku yang tidak beragama Islam menjadi gentar. Di kepala mereka dibayangi oleh suatu aliran yang diajarkan oleh guru itu yang malah membingungkan. Beliau berfikir kalau orang-orang Islam itu selalu saling bunuh membunuh. Sehingga berfikiran juga kalau di Negara Kuwait yang Islamnya kental itu akan begitu keadaannya. Akhirnya ibuku tidak mau diajak ke Kuwait.”


“Ayahku bingung harus bagaimana membenahi keluarga ini. Akhirnya ayahkulah yang mengalah. Demi keutuhan keluarganya, beliau mengambil pensiun dini. Beliau ingin membenahi keluarga ini.”


“ Tapi dengan keberadaan ayah di rumah, malah makin mengacaukan suasana. Ayah sangat disiplin. Ibuku yang senang bepergian menjadi merasa terkekang dan menjadi marah-marah. Kakak-kakakku pun menjadi uring-uringan karena tidak boleh pulang terlalu malam. Setiap hari hanya pertengkaran-pertengkaran yang terjadi di rumahku.”


“Bisnis ibu pun mulai kacau setelah ada temannya yang menipu dia. Ibu telah membayar sejumlah uang, tetapi berlian yang dipesan itu tak kunjung datang. Sehingga ibu malah terlilit hutang yang sangat besar pada teman-temannya yang telah memesan.”


“Akhirnya rumah besar yang kami tempati pun terpaksa dijual dan kami membeli rumah yang lebih kecil dari rumah semula. Pertengkaran demi pertengkaran hebat pun tak dapat dielakkan lagi. Pada puncaknya, ibu akhirnya memilih bercerai karena ternyata selama ini ibu menyimpan rasa cemburu setelah berulang kali menemukan foto wanita cantik sepulang ayah dari luar negeri dulu. Itulah awal penderitaanku Nie,” suara Mbak Asti menjadi parau.


“Itu baru awal Mbak ? Jadi masih banyak duka yang lain yang Mbak simpan rapat-rapat selama ini ? Hm….. kayak sebuah sinetron aja nih….,” aku berusaha membuat suasana tidak menjadi tegang.


Mbak Asti melanjutkan ceritanya.


“Rumah dan semua harta diambil oleh ibuku. Sedang ayah hanya mendapat sebuah rumah kecil di sebuah perumahan. Bersama akulah ayah menempati rumah kecil itu, sedangkan saudara-saudaraku memilih tinggal dengan ibu. Mereka tidak bisa meninggalkan gaya hidup mereka yang terlanjur “borjuis”.”


“Aku memang pendiam Nie, tapi sebenarnya aku menyimpan luka yang sangat dalam dengan keadaan keluarga dan perceraian ini. Tapi lukaku selalu kupendam sendiri. Hingga aku masuk SMA dan bertemu dengan seseorang yang sangat memperhatikan aku. Niko namanya. Dia begitu baik. Kepada dialah aku selalu mencurahkan isi hatiku.”




(akankah Mbak Asti menemukan kebahagiaan dengan Niko ?..... wait and see..)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home