Hanifan cakep Ifan cakep AA cakep Mamanie and her sons Farhan cute Farhan lucu Farhan imut

Wednesday, August 24, 2005

Tiga Hati yang Terluka

Dua pekan ini diriku sepertinya “tegangan tinggi”. Sifatku yang buruk, yang selalu memendam sakit hati berlama-lama, rasanya menguras seluruh energiku. Belum lagi perayaan 17 Agustus-an yang “memaksa” aku untuk turut aktif memeriahkannya, baik di kantor maupun di lingkungan rumah baruku. Dan tiba-tiba kemarin mati lampu se-Jawa Bali yang tentu saja membuat beban kerja perusahaanku bertambah berat.


Ingin rasanya kutambah waktuku lebih dari 24 jam sehari, supaya bisa lebih leluasa mengatur waktuku. Hm…… manusia memang selalu merasa kurang.


Hingga subuh tadi, alarm berbunyi tepat pukul empat pagi. Rasanya tubuh ini masih ingin tenggelam dalam kehangatan selimut tebalku. Sekonyong-konyong rasa malas menderaku. Malas kusibak selimut yang sepanjang malam memelukku.


Tapi tugas telah menantiku. Aku harus tiba di kantor pukul setengah tujuh. Akhirnya setelah menikmati hangatnya selimutku beberapa menit, kupaksakan diriku tuk bangkit. Kupaksa suamiku pula untuk bangun segera.


Aktifitas rutin pun dimulai. Nyalakan mesin cuci, bangunkan anak-anak terus mandi. Selesai mandi, anak-anak masih tertidur pulas. Dengan berteriak-teriak, aku bangunkan lagi mereka. Langsung kupaksa anak-anakku mandi. “Tegangan”ku mulai meninggi. Si sulung tidak terlalu sulit untuk mandi dan berpakaian. Tapi tiba-tiba dia berteriak, “Mama, baju seragam putihnya gak ada…!!!” Kuacak-acak lemari tidak ada. Padahal semua seragam anak-anak sudah diplot cukup untuk satu minggu. Ah… baru aku ingat. Senin lalu dia menumpahkan susu coklat hingga harus ganti dengan kemeja baru. Berarti kemeja putih itu dua-duanya ada di mesin cuci !!!! Ya Ampuuunnnn…..


“Makanya kalau minum susu hati-hati, jadi bajunya gak kotor semua” bentakan kecil yang keluar dari mulutku membuat satu hati terluka. Hati si sulung.


Kutengok ke kamar anak-anak, kulihat si kecil masih terlelap dalam mimpinya.

“Aduuhhh…. Gimana sih ade ini…”. Tanganku langsung sigap membuka kancing piyamanya walaupun matanya masih terpejam. “Nanti mama kesiangan nih…”. Si kecil pun kutuntun masuk kamar mandi.


Kutenangkan hatiku, hm… kemeja si sulung harus ada. Setelah kering oleh pengering, kemeja itu bisa disetrika. Namun tiba-tiba lampu mati. Duh…. Bagaimana ini. Aku angkat kemeja putih itu. Aku bilas secara manual.


Karena mati lampu, si kecil pun lari-lari keluar dari kamar mandi dengan tubuh penuh sabun. “Ya ampuuuunnn…. Itu lantai jadi becek kemana-mana.”


“Abis kamar mandinya gelap maa….” sahut si kecil.


“Pa, itu ade urusin tuh…” teriakku pada bapaknya anak-anak. Sementara pikiranku masih soal kemeja.

“Udah, bawa kemeja itu ke rumah nenek, keringin di sana” suaraku yang mulai meninggi membuat anakku yang tengah menikmati sarapannya, pergi dengan segera.


Menit demi menit terasa semakin cepat. Aku sudah mulai stress karena belum bisa pergi dengan segera. Aku lihat suamiku malah sibuk di dapur. Dia memang hobby memasak. Tapi hobbynya kali ini tidak membuatku senang.


“Pa, lihat udah jam berapa ? Bapa mau ngapain ? Kenapa pegang-pegang wajan segala, cepetan donk………!!! Mama kan harus nyampe di kantor pagi sekali” suaraku sudah tak terkontrol lagi. Mungkin saat itu satu hati lagi terluka. Hati suamiku.


“De, cepetan makannya !!! Udah beresin buku belum ? Udah pake kaos kaki belum ?”.


“Kaos kakinya gak ada Ma…” si kecil tanpa melihat roman mukaku yang menegang menjawab dengan santainya.


“Kamu tuh kalo naro kaos kaki jangan sembarangan, masa gak ada satu pun di laci lemari. Mama baru beliin minggu kemarin. Udah gak usah pake kaos kaki” suaraku makin meledak-ledak. Tak kusadari si kecil pun punya hati, yang mungkin telah terluka. Tiga hati telah terluka.


Masa bodohlah…. Yang penting aku harus segera ke kantor. Tugas khusus telah menantiku. Maka pergilah aku dengan waktu terlambat seperempat jam dari yang telah direncanakan.


“Sepagi ini jalanan macet ?” aku terus bersungut-sungut walaupun suamiku sudah berusaha mempercepat laju kendaraannya. Mulutku komat kamit berdo’a mohon dilancarkan dalam perjalananku.


Setengah meloncat aku turun dari kendaraan. Ternyata persiapan acara belum ada sama sekali. Kutelepon sana sini.

“Duuhhh…. Bagaimana ini. Nanti bos ku keburu datang”.


Kuundang semua staf bos, aku suruh semua masuk ruangan dan diam, karena hari ini kami akan membuat “Surprise Birthday Party” buat bosku.


Acara berlangsung meriah, senyum merekah dimana-mana. Senyum bosku tentu yang paling indah. Tapi jauh di lubuk hatiku, ada penyesalan yang membuncah, aku menangis. Untuk senyum itu aku harus mengorbankan tiga buah hati yang terluka. Hati orang-orang tercintaku.



Nie Troozz

3 Comments:

At 7:39 AM, Blogger Nie Troozz said...

tks banget adikku....
nasehatmu sangat berharga bagiku.

banyak hal yg telah direncanakan dan diatur sedemikian rupa, belum tentu sesuai dengan yg diharapkan.

Ya.... memang harus perbanyak istighfar.......

 
At 10:15 AM, Anonymous Anonymous said...

Kakak,...ade....sabar ya kalo mama lg tegangan tinggi, doain aja biar next lebih sabar lagi..amien

 
At 10:42 AM, Blogger Nie Troozz said...

amiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnn

 

Post a Comment

<< Home