Hanifan cakep Ifan cakep AA cakep Mamanie and her sons Farhan cute Farhan lucu Farhan imut

Tuesday, June 28, 2005

Sebening Mata Air di Surga (bagian-II)

Riri, Risya Nadhifa Salsabila, itulah nama panjangnya. Risya adalah perpaduan nama kedua orang tuanya, Nadhifa artinya bersih, dan orang tuanya berharap Riri akan bersih hatinya, bersih akhlaqnya, dan Salsabila berarti mata air di surga, yang bersih, bening, dan akan membersihkan semua noda dan dosa. Itulah nama sekaligus do’a yang diberikan orang tua Riri padanya.

Riri bercita-cita ingin seperti namanya, bersih tak bernoda. Dia berusaha menghindari hal-hal yang tidak Allah ridhoi. Dia berusaha hanif dalam segala urusannya. Dia ingin hidupnya istiqomah dan bening, sebening mata air di surga.

Riri yang dilahirkan dan besar di Kota Kembang, tumbuh menjadi gadis yang terlihat anggun karena jarang bergaul ke luar rumah. Malah sering diledekin teman-temannya sebagai gadis pingitan. “Mojang Priangan, Mojang Pingitan.” Tapi setelah bergabung dengan remaja mesjid, Riri sudah bisa bergaul dan membuka diri.

Hari-hari Riri pun semakin bermakna. Dengan mengajar Iqro anak-anak TK itu, ada sedikit ilmu yang bisa dia amalkan. Riri ingin sekali memenuhi tiga amal yang tidak putus-putus itu walaupun sudah meninggal dunia : shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang sholeh.
Ya Allah, mudah-mudahan ini menjadi jalanku untuk memenuhi salah satu catatan amal baikku” begitu do’a Riri setiap memulai mengajar anak-anak kecil itu.

“Kang Denys, jangan panggil aku Teteh dong, just call me…. Riri”.
“Tapi kan kayak nggak sopan Teh” sahut Denys.
“Ih…umurku kan dibawah Akang, jadi panggil saja aku …..Ri-ri…, okey”.
“Iya deh…terserah Riri aja,” akhirnya Denys mengalah juga.

Semakin hari Riri semakin sering ketemu dengan Denys. Apalagi hari Isra Mi’raj makin dekat. Setiap malam pasti membahas persiapan perayaannya dan pulang sampai malam. Jadi setiap hari Riri diantar pulang oleh Denys dan sahabatnya, Yayan. Orang Jawa bilang “Witing tresno jalaran soko kulino”. Secara perlahan tumbuh perasaan cinta antara keduanya. Tapi cinta itu tak pernah terucapkan. Hanya curahan perhatian dan kasih sayang yang selalu mereka rasakan.

Perayaan Isra Mi’raj pun tiba. Riri yang bertugas menjadi Pembawa Acara malam itu terlihat cantik dan anggun dengan gaun putih bergaris-garis hitam dan jilbab putihnya.
Acara pun dimulai. Acara pertama seperti biasa adalah lantunan ayat suci Al-Qur’an beserta terjemahannya. Sambil mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an itu Riri turun dari panggung yang tingginya sekitar seratus lima puluh centimeter. Ups.. tinggi amat. Ya, hampir setinggi tubuhnya.

Acara pertama selesai. Riri pun naik lagi ke panggung. Ribet memang, dengan menggunakan gaun ini naik turun panggung yang lumayan tinggi.

Acara kedua pun dibacakan. “Sambutan-sambutan”.
“Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua DKM. Kepada Bapak Ketua DKM kami persilakan”.
Sambil mendengarkan sambutan, rasanya Riri malas untuk turun dari panggung lagi. Akhirnya panitia memberikan sebuah kursi agar Riri tidak usah turun dari panggung, tapi cukup duduk saja di panggung bagian belakang.

Alhamdulillaah…….. legalah hati Riri, jadi tidak perlu capek naik turun panggung. Kursi pun diletakkan di panggung bagian belakang dan bersandar di kain background panggung. Dengan santainya Riri mendudukkan bokongnya di atas kursi itu.

Tiba-tiba……….braaaaak…… Riri terjungkal, jatuh ke belakang panggung. Dan sudah jatuh tertimpa kursi pula. Ternyata kaki kursi bagian belakang tidak menapak pada lantai panggung, jadi kursi itu bisa tegak karena bersandar pada kain background saja dan tentu saja kain background tidak akan kuat menahan beban tubuh Riri.

Semua penonton terpana. Ada yang kasihan, ada yang tertawa.
Ah… masa bodohlah, pokoknya saat itu pandangan Riri jadi gelap gulita, pingsan sih tidak, dia masih mendengar orang-orang ribut menghampiri dirinya. Tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Nyeri……………
Dan yang paling menyebalkan, Denys malah menertawakan Riri. Hu..uh… Sebel…..

Akhirnya usailah sudah jabatan sebagai Pembawa Acara. Riri hanya berbaring lemah di rumah sebelah mesjid. Nyeri mulai terasa di sekujur tubuhnya. Ada seorang bapak yang berbaik hati mau mengurut tangan dan kaki Riri. Dan yang paling “nyeri” adalah malunya bertemu para tamu undangan yang melihat “terjun bebas” Riri.

***

Di bawah kepemimpinan Denys, Ikatan Remaja Mesjid itu sangat aktif di berbagai kegiatan. Terlihat sekali watak kepemimpinannya yang tegas tapi bisa meraih hati para anggotanya. Misalnya kegiatan bakti sosial ke daerah miskin atau daerah yang tertimpa bencana. Mungkin sumbangannya tidak besar, hanya pakaian bekas yang masih layak pakai dan sedikit uang hasil penjualan koran-koran bekas dan botol-botol bekas. Tapi semua dilakukan dengan ikhlas. Semua anggota bekerja dengan hati yang ringan.

Tak jarang Ikatan Remaja Mesjid itu pun pergi untuk sekedar refreshing untuk mempererat ukhuwah di antara mereka. Mereka meminjam sebuah truk tentara yang besar yang ada penutup bagian atasnya. Mereka diangkut oleh truk itu ke Jayagiri, sebuah tempat di kaki Gunung Tangkuban Perahu.

Perjalanan pun dimulai. Dengan membawa perbekalan makanan secukupnya, mereka mulai mendaki. Riri baru sekali ini ke Tangkuban Perahu dengan cara mendaki. Biasanya kendaraan langsung diparkir di puncak gunung. Tapi sepertinya dengan mendaki ada kepuasan tersendiri.

Sepanjang perjalanan mereka bisa bersenda gurau dengan riang dan sambil mentafakuri keindahan alam. Tapi berhubung semalam hujan lebat, jadi jalanan agak licin dan di beberapa tempat malah becek dan harus mencari jalan lain yang agak memutar.

Tiba-tiba salah seorang remaja puteri ada yang tergelincir dan pingsan. Paniklah semua. Maklumlah mereka bukan para pendaki yang profesional. Perlengkapan pun tidak ada. Tapi dengan gesitnya, Denys mengambil aba-aba untuk menebang ranting kayu yang cukup lumayan besar untuk digunakan sebagai blankar.

“Yang punya ikat pinggang, mohon dibuka dan kita pasang semua ikat pinggang di ranting ini”.
Beberapa orang terlihat membuka ikat pinggangnya dan memberikan pada Denys. Semua ikat pinggang pun dipasang berjajar di antara kedua ranting kayu itu. Dan jadilah sebuah blankar. Dengan dialasi jaket-jaket, remaja yang pingsan pun dibaringkan di atas blankar buatan itu.
“Subhanallaah…” makin terpesonalah Riri pada Denys. Sangat cekatan dalam segala situasi. Tapi selalu hal itu ia simpan di dalam hati.

Mereka pun melanjutkan perjalanan, walaupun beban bertambah berat dengan harus menggotong salah seorang remaja yang pingsan itu. Bergantian mereka menggotong blankar tersebut sampai ke puncak. Dengan jalanan mendaki yang licin dan becek, akhirnya sampailah mereka di puncak Gunung Tangkuban Perahu.

Alhamdulillah…. Semua lelah ini serasa sirna saat telah mencapai puncaknya. Sesampai di puncak, mereka mengadakan perenungan diri, mentadzaburi alam dan mentafakuri kebesaran Ilahi. Sungguh suatu kegiatan yang tak akan terlupakan oleh Riri sampai kapan pun.

(mau tau lanjutannya ?.....he..he... tunggu dech bagian ke-3nya)

Nie Troozz

Monday, June 27, 2005

Sebening Mata Air di Surga (bagian-I)

“Assalaamu ‘alaikum ”

Beberapa orang pemuda terlihat bergerombol di depan rumah Riri. Pemuda yang tampak rapi dan sopan, tersenyum manis saat Riri bukakan pintu.
“Wa ‘alaikum salam, silakan masuk, Kang”, jawab Riri dengan sedikit terheran-heran. Tidak biasanya ada pemuda yang bertamu ke rumah Riri.

Salah seorang pemuda mengulurkan tangannya. “Denys……..”.
Riri pun membalas uluran tangannya “Riri……”.
Satu persatu pemuda yang lainnya pun mengulurkan tangannya.
“Silakan duduk”, Riri pun mempersilakan duduk dengan ramah.

“Gini Teh…….” Denys memulai pembicaraan.

“Ih, manggil Teteh, emang Riri keliatan tua gitu”, gumam Riri dalam hati.

“Kami mau mengajak Teteh untuk bergabung di Ikatan Remaja Mesjid kita ini. Nanti malam akan ada pertemuan untuk pemantapan program kerja kita. Saya harap Teteh bisa bantu kami dan bergabung dengan Ikatan Remaja Mesjid kita ini. Bisa kan Teh….” kata Denys dengan penuh harap.

Memang saat itu, lima belas tahun yang lalu, remaja yang berjilbab masih sangat langka. Jadi pada saat ada seseorang yang berjilbab disangkanya punya ilmu agama yang lebih. Padahal waktu itu, Riri pun baru “berhijrah”. Masih banyak hal yang Riri belum tahu. Masih banyak ilmu yang harus Riri pelajari.

“Bodoh kamu Ri, ya ikut aja. Kan kalau bergabung di remaja mesjid kamu bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya, juga bisa banyak teman” suara hati Riri menasehati Riri yang agak bimbang.

Riri memang gadis yang kuper, minder dan rendah diri, karena keadaan keluarganya yang serba kekurangan. Karena dalam bergaul, anak-anak muda sekarang pasti membutuhkan banyak uang, setiap acara berganti-ganti pakaian yang modis-modis, bercerita tentang nikmatnya makanan-makanan “fast food” dan seabreg cerita teman-temannya yang selalu berlibur ke tempat-tempat yang menyenangkan. Akhirnya Riri merasa rendah diri dan selalu menutup diri dari pergaulan teman-teman sebayanya, karena orang tua Riri tak akan mampu memenuhi kebutuhannya jika ia menjadi “anak gaul”.

“Tapi ini remaja mesjid Ri, mereka pasti sholeh-sholeh dan sederhana” suara hati Riri kembali berbisik.

“Bismillaahirrahmaanirrahiim…..”, dibulatkanlah tekadnya untuk bergabung di remaja mesjid ini.

“Insya Allah Kang. Tapi saya hanya bisa membantu sekedarnya saja, saya nggak punya kemampuan apa-apa. Apalagi soal agama, saya minim banget. Saya juga masih harus belajar banyak, Kang. “
“Nggak apa-apa Teh, yang penting kesediaan Teteh buat bergabung itu yang sangat kami harapkan. Kita juga lagi sama-sama belajar. Ditunggu nanti malam selepas Isya ya Teh. Assalaamu ‘alaikum…….”.
Denys dan teman-temannya pun pamit dan meninggalkan rumah Riri.

Denys, hm….. boleh juga. Pikiran nakal Riri mulai muncul. Ya menyelam sambil minum air, beribadah sambil cuci mata. Daaaassssssaaaaarrr Riri……..
Riri memang sudah berhijrah, mengenakan jilbab, aktif di DKM sekolahan, tapi kalau melihat cowoq cakep tetap saja matanya melotot kegirangan. Wajar nggak seeeeeehh….!!!

Selepas Isya, Riri melihat beberapa remaja berkumpul di teras mesjid. Riri celingukan karena tak seorang pun Riri kenali. Tiba-tiba sosok Denys muncul mengagetkan Riri.
“Makasih ya Teteh mau datang…” Riri hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepala membalas ucapan terima kasihnya.

Acara pun dimulai. Denys sebagai Ketua Ikatan Remaja Mesjid membuka acara. Riri memperhatikan dan menatap dia sangat dalam.

“Hm….. sungguh berkharisma. Perawakannya nggak tinggi-tinggi amat, mungkin sepantaran aku. Kulit hitam manis terbalut pakaian yang selalu disetrika rapi. Mata yang besar dengan bulu mata panjang dan lentik, kayak ceweq”, pikir Riri.

“Hidung bangir dan bibir tipis melengkapi wajahnya yang lonjong. Dan itu tuh…rambutnya, alamaaak….. sepertinya tak berubah-berubah walaupun ada angin berhembus, rapi cing…”.

Riri mengamati kertas yang baru saja dibagikan. Daftar Susunan Pengurus Ikatan Remaja Mesjid, Ketua : Denys Andria Garana Noor Fitriana.

“Wow……panjang banget namanya. Orangnya kecil koq namanya panjang banget. Ih…koq usil, gak pa pa lagi, yang penting keren, jadi nambah semangat ke mesjid nih. Denys pun orangnya nggak alim-alim banget, cuek, funky gitu lho…..”, hati Riri sibuk menilai penampilan Denys.

“Teh Riri bisa bantu di Seksi Acara yah ?” suara Denys memecah lamunan Riri.
“Eh…ah… Iya, boleh Kang” jawab Riri gelagapan.
“Sebentar lagi kan Isra Mi’raj, mungkin acara itu yang kita prioritaskan. Nanti Teh Riri bantu Kang Yayan aja”.
“Insya Allah Kang”, jawab Riri, padahal dalam hatinya bergumam, “Siap bos keren………”.

Sejak itu setiap hari Riri jadi rajin sholat ke mesjid. Maghrib sampai Isya selalu berjamaah di mesjid. Aduuuhh… tapi Riri takut ibadahnya ini jadi tidak ikhlas karena Allah.
“Ya Allah, mohon diluruskan hati ini agar niat Riri ke mesjid ini bernilai ibadah di hadapanMu”.

Beberapa hari kemudian, Denys menghampiri Riri, “Teh Riri, mau nggak ngajarin anak-anak belajar Iqro di sini. Kayaknya kita kekurangan tenaga pengajar nih”.
“Maaf Kang…….. Kalau ngajar saya belum berani, nanti salah ngajarin tanggung jawabnya kan dunia akhirat” sahut Riri ketakutan.
“Nggak usah takut Teh, Teteh ngajarin anak TK aja, Iqro satu gitu, mau khan. Kasihan tuh Teh Lia kewalahan ngajar anak TK yang banyak banget dan nggak bisa diem.”

“Ambil kesempatan ini Ri…..ladang amal nih…..” hati Riri mensupport.

“Iya deh Kang, tapi bantu Riri yaaa…” akhirnya Riri pun menyanggupinya.


(bersambung)

Nie Troozz

Peterpan Numpang Lewat

ADA APA DENGANMU

Sudah maafkan aku,
Segala salahku
Dan bila kau tetap bisu, ungkapkan salahmu
Dan aku sifatku, dan aku khilafku
Dan aku cintaku, dan aku rinduku

Sudah, lupakan semua
Segala berubah
Dan kita terlupakan, kita terluka
Dan aku sifatku, dan aku khilafku
Dan aku cintaku, dan aku rinduku

Kutanya malam, dapatkah kau lihatnya
Perbedaan yang tak terungkapkan
Tapi mengapa kau tak berubah
Ada apa denganmu

Oh.... hanya malam dapat meleburkan
Segala rasa yang tak terungkapkan
Tapi mengapa kau tak berubah
Ada apa denganmu



MUNGKIN NANTI

Saatnya ku berkata
Mungkin yang terakhir kalinya
Sudahlah lepaskan semua
Kuyakin inilah waktunya
Mungkin saja kau
Bukan yang dulu lagi
Mungkin saja rasa
Itu telah pergi

Dan mungkin bila nanti
Kita akan bertemu lagi
Satu pintaku
Jangan kau coba tanyakan kembali
Rasa yang kutinggal mati
Seperti hari kemarin
Saat semua di sini

Dan bila hatimu termenung
Bangun dari mimpi-mimpimu
Membuka hatimu yang dulu
Cerita saat bersamaku
Mungkin saja kau
Bukan yang dulu lagi
Mungkin saja rasa
Itu telah pergi

Tak usah kau tanyakan lagi
Simpan untukmu sendiri
Semua sesal yang kau cari
Semua rasa yang kau beri



DIATAS NORMAL

Pikiranku tak dapat kumengerti
Kaki di kepala, kepala di kaki
Pikiranku patutnya menyadari
Siapa yang harus
Dan tak harus kucari

Tetapi tak dapat kumengerti

Sesuatu yang baru kusadari
Kau tinggalkanku
Tanpa sebab yang pasti
Sesuatu yang harusnya terjadi
Kau sakiti aku
Kau yang harus kubenci

Kumencari sesuatu
Yang telah pergi
Ku mencari
Hati yang kubenci

Kumencari sesuatu
Yang tak kembali
Ku mencari
Hati yang kubenci

Friday, June 24, 2005

Tak Sulit Menjadi Pribadi Yang Hangat

Senyum, senyum, senyum

Kenali orang sekeliling anda

Jangan pelit memberikan pujian

Jangan lupa mengucapkan terima kasih

Perhatikan bahasa tubuh

Hindari percakapan penuh konflik

Jangan terlalu serius

Belajarlah peduli pada perhatian kecil

Jadilah penolong lingkungan



Nie Troozz

Gantungkan Cita-citamu Setinggi Langit-langit

Sewaktu sekolah dulu, dari mulai TK, SD, mungkin sampai SMP kita masih sering dengar pertanyaan “Apa cita-citamu kelak Nak….” atau “Kalau sudah besar, mau jadi apa ?”. Pertanyaan sederhana yang selalu kita jawab dengan mudahnya. Mau jadi dokter, insinyur, arsitek, pengusaha, pramugari, atau apa saja yang dilihat oleh mata anak kecil merupakan pekerjaaan yang keren, bisa punya uang banyak, biar nanti hidupnya senang.

Kalau aku dulu bercita-cita jadi wanita karier, entah apa bidangnya, pokoknya bisa banyak uang, bisa membantu orang tua, lalu… punya keluarga kecil yang bahagia, anak-anak yang sholeh dan pintar, rumah yang indah, kendaraan yang nyaman, ya….. yang muluk-muluk lah.

“Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit “.
Sebaris kata bijak yang selalu diucapkan oleh orang tua kita untuk memicu semangat belajar kita agar lebih giat lagi.

Tapi semua itu harus diraih dengan kerja keras, dengan pengorbanan yang sangat besar. Tentunya tak lepas dari bait-bait do’a yang harus kita panjatkan agar semua usaha kita diridhoi olehNya.

Tak akan ada usaha yang akan berhasil dengan hidup berleha-leha, menunggu keajaiban datang dari langit secara tiba-tiba. Tak kan pernah ada……..
Kita lihat acara di TV seperti Uang Kaget, Bedah Rumah, Rezeki Nomplok dan yang setipe acara itu, mungkin itu adalah hasil do’a mereka yang tak henti-hentinya dipanjatkan setelah usaha mereka yang belum menampakkan hasilnya. Allah memberinya dengan jalan yang tak diduga-duga.

Tapi kita pun harus mengukur kemampuan kita, jangan sampai cita-cita itu jauh melampaui batas kemampuan kita. Jika cita-cita terlalu tinggi, kita kan sulit tuk menjangkaunya. Malah kadang ada orang sampai stress atau depresi karena cita-citanya tak terwujud.

Tanteku yang telah menelan asam garam dan pahit getirnya kehidupan bilang, “Jangan kau gantungkan cita-citamu setinggi langit, karena jika jatuh kau akan merasa sakit sekali. Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit-langit rumah ini saja, sehingga kau mudah menjangkaunya. Dan jika jatuh pun tidak akan terlalu sakit.”

Memang diri ini terlalu idealis, terlalu yakin bahwa semua cita-cita pasti tercapai dengan kerja keras. Hingga saat cita-cita tak tercapai, langsung jatuh terpuruk dan menyesali diri. Merasa kecil karena ketidakberdayaan. Diri ini selalu lupa bahwa Yang Di Atas sana telah menentukan garis hidup seseorang, telah menentukan takdir seseorang. Dan kita memang sangat sangat kecil di hadapanNya.

Nie Troozz

Thursday, June 23, 2005

Raihlah Cinta Ilahi

Cinta………

Sesuatu yang bisa membuat orang tersenyum bahagia

Saat seseorang datang mendekat hati akan tercekat
Saat seseorang bilang “sayang” hati pun akan melayang
Saat seseorang bilang “miss U” hati ini akan merindu
Saat seseorang panggil “honey” hati ini hanya dia yang bisa memiliki

Semua kata sayang, miss U, honey, dan seabreg kata lainnya bisa membuat hati melayang di atas awang-awang

Melayang…….. terbang…………
terbuai dalam mimpi-mimpi indah………
oohh……..indahnya hidup ini……….

Tapi………..

Saat mengetahui semua itu ternyata bukan hanya untuk dirinya seorang
Rasanya bagai terhempas dari awang-awang ke jurang yang amat dalam
Sakit……. Perih…… Gelap…….. Pekat…….
Indahnya dunia tak ada lagi……
Mimpi-mimpi indah tak pernah hadir lagi……
Sunyi……….sepi……..sendiri……..

Maka cinta pula yang bisa membuat orang menangis tersedu

Banyak sudah korban-korban dari tangisan cinta
Meratapi hidupnya, hilang ingatannya, bahkan menghilangkan nyawanya.

Cinta selalu mengalahkan segalanya……….

Sahabatku.... Cinta pada Ilahi lah yang kan abadi selamanya.
Raihlah.............



Nie Troozz

Wednesday, June 22, 2005

Menjalankan Kewajiban Dengan Ikhlas

Sebagai anak sulung, sejak kecil aku sudah dibebani berbagai pekerjaan rumah tangga. Mencuci, menyetrika, menyapu, mengepel lantai, dan semua pekerjaan rumah tangga lainnya. Terkadang gelas pecah saat mencuci piring, atau memasak nasi hingga gosong akibat ketiduran karena kelelahan sepulang sekolah, membuat ibuku marah dan keluarlah kata-kata yang menyakitkan hati. Tapi itu kuanggap didikan ibu yang akan menjadikan anaknya disiplin di kemudian hari. Tapi semua itu kulakukan tidak dengan ikhlas, hanya karena tak ingin dimarahi saja.

Di saat teman-teman sebayaku asyik bermain, aku harus menjaga adikku yang masih kecil-kecil. Aku benar-benar kehilangan saat-saat bermainku. Hingga aku tumbuh menjadi orang yang kurang bersosialisasi.

Saat menginjak remaja, satu-satunya cara agar aku bisa bermain adalah membohongi ibu. Sepulang sekolah aku katakan ada tugas kelompok, yang mengharuskan semua anggota kelompok hadir. Padahal aku hanya bermain di rumah temanku atau sekedar mejeng di Mall.

Sungguh…..saat itu aku tidak pernah merasa berdosa membohongi ibu, karena aku merasa aku juga punya hak untuk bermain. Tapi aku tetap bermain dalam hal-hal yang positif.

Saat ini, dua jagoanku pun beranjak remaja. Aku tak ingin mereka tumbuh seperti diriku dulu. Mereka harus menikmati masa kanak-kanaknya, masa bermainnya sepuas hatinya. Jangan sampai mereka harus berbohong seperti ibunya dulu. Anak punya hak, jangan hanya dibebani kewajiban saja.

Hak anak untuk bermain. Ya, sekarang aku bebaskan mereka bermain. Tapi dengan satu syarat, prestasi di sekolah harus tetap dipertahankan. Saat prestasinya turun, aku kurangi jatah mainnya. Dan pada saat mereka memperlihatkan prestasi gemilang, aku tak kan pelit tuk memberikan hadiah berupa pujian ataupun kesempatan bermain sepuas-puasnya.

Hak untuk meminta sesuatu pada orang tuanya. Aku upayakan setiap ada permintaan dari mereka harus dengan syarat. Syaratnya entah itu harus nilai bagus, hapal satu surat dalam Al-Quran, atau harus menabung dulu. Pokoknya tidak ada permintaan yang begitu saja aku penuhi. Meskipun aku mampu membelikannya, tapi jika ingin membeli sesuatu mereka harus menabung dulu, jika uang tabungannya kurang untuk membeli sesuatu, baru aku akan menambahi.

Aku tidak pernah membebani mereka dengan kewajiban membantu pekerjaan rumah tanggaku. Aku ingin mereka akan membantuku dengan ikhlas tanpa dipaksa.

Hingga pada suatu hari melihat aku sibuk membereskan rumah seorang diri,
“Ma….Aa boleh cuci piring ?”
Duh,…tak terasa mata ini berkaca-kaca. Anak sekecil itu sudah menyadari kewajibannya membantu orang tua.
“Ade juga mau nyikat lantai teras ama bersihin kaca……boleh ya Maaaaaaaa…..”.
Aku tak dapat menjawab pertanyaannya. Hanya haru yang menyesakkan dada ini.

Nie Troozz

Friday, June 17, 2005

Dibalik Niat Suci Ibadah Haji

Naik haji ?
Aku yang hanya pegawai biasa dengan penghasilan pas-pasan, rasanya terlalu jauh cita-cita suci itu kuraih. Bila dihitung secara matematis, menabung sebulan sekian rupiah, dikalikan dua belas bulan, jadi setahun akan ada sekian rupiah. Wah…..berapa tahun akan terkumpul uang untuk ongkos ibadah haji itu !!! Rasanya tidak mungkin.

Belum lagi kebutuhan tak terduga yang sering mengganggu stabilitas tabungan. Entah kapan tabungan itu bakal mencukupi untuk memenuhi panggilan Allah ini. Malah kadang menyusut lagi.

“Kamu itu jangan berfikiran matematis, Neng….. Apa pun akan terlaksana atas ijin Allah jika kamu benar-benar membulatkan niatmu” itu yang selalu dikatakan sahabatku yang sering kupanggil Engkong karena dia tidak pernah bosan menceramahi aku.
“Tapi kan aku nggak punya penghasilan lain Kong, mana mungkin akan cepat terkumpul” sanggahku.
“Duh…Eneng yang satu ini nggak pernah percaya kalo dibilangin ama Engkong. Denger ya, apa kemarin Engkong naik haji karena berlebihan harta ? Nggak Neng, sama sekali nggak. Semua atas ijin Allah. Awal tahun Engkong punya sedikit uang, terus langsung ditabung di tabungan khusus naik haji, walaupun rupiahnya di bawah rupiah minimal yang seharusnya. Tapi alhamdulillah Engkong diijinin buat menabung di tabungan haji itu. Ya…Engkong pikir seandainya tahun ini belum terkumpul, mungkin Engkong berangkat tahun depan saja. Tapi dalam hati sudah dibulatkan tekad untuk berangkat.”

Aku mencoba memahami sedalam apa niat yang ada dalam hatinya.

“Ternyata Neng, Allah sudah mengatur segalanya. Setiap hari selalu ada pekerjaan di luar pekerjaan utama Engkong. Entah itu benerin komputer di kantor pusat, atau benahi software yang ngadat di unit-unit. Engkong nggak pernah minta bayaran atas itu semua. Tapi orang yang merasa telah dibantu selalu ngasih “tanda terima kasih” yang besarnya tak pernah Engkong bayangkan sebelumnya. Setiap bulan Engkong tabung dan Allah Maha Besar Neng, jumlah tabungan Engkong ternyata sangat besar, melebihi ongkos buat ibadah haji berdua dengan istri, malah sisanya bisa untuk membeli mobil ini”.
Begitu kata Engkong pada saat mengantar aku dengan mobil barunya.

Subhanallah……….aku terkagum-kagum dengan ceritanya.

Allah Maha Besar, apa pun akan terlaksana atas kehendakNya kepada orang-orang yang diridhoiNya, yang telah mempunyai niat suci dalam hatinya. Mungkin Engkong salah satu dari orang-orang yang beruntung telah dipilih Allah menjadi tamuNya.

Guru mengajiku pun lain lagi ceritanya. Melihat kehidupannya yang jauh dari mencukupi, malah mungkin jauh dari hidup layak, tak akan terduga tiba-tiba datang undangan Walimatus Safar. Ya….beliau telah diundang sebagai tamu Allah, atas kebaikan seseorang yang dengan ikhlas membiayai semua ongkos perjalanan ibadah hajinya. Mungkin Allah membalas semua ilmu yang telah diberikannya kepada kami melalui seseorang yang telah ditunjukNya. Dengan kebersahajaannya dan dengan semua ilmu yang telah diamalkannya, membuahkan sesuatu yang tak terduga menurut pandangan manusia.

Sungguh dengan semua kebesaran Allah, apa yang kita fikir tidak mungkin akan menjadi mungkin. Apa yang tidak disangka-sangka terjadi di depan mata.
Masih banyak orang yang diundang menjadi tamu Allah dengan jalan yang tak disangka-sangka. Apakah kita menjadi salah satu diantaranya ? Semoga.

Amien.

Nie Troozz
(buat Engkong di Depok yang udah lama tak berjumpa)

Thursday, June 16, 2005

Semua Karena Cinta............ (bagian III - TAMAT)

Berjalan beriringan dengan Dewa, membuat Vira serasa sedang jatuh cinta.
Yach………… Semua karena cinta dech……..


Setelah selesai sholat, Dewa mengajak Vira untuk makan. Sebenarnya Vira juga lapar sih, tapi malu. Akhirnya sampailah mereka di tempat makan. Sambil menunggu makanan yang telah dipesan, Dewa memperhatikan Vira dari ujung rambut sampai ujung kaki. Vira merasa salah tingkah diperhatikan begitu. Tatapan mata Dewa seperti menghunjam jantungnya.
“Kamu koq ngeliat aku seperti itu Wa ?” Vira tak tahan diperhatikan begitu, tapi Dewa hanya tertawa.

Makanan pun tersaji dan mereka mulai menikmati makanan masing-masing.
“Vir…aku mau tanya…..” Dewa membuka percakapan. “Kamu cinta ?”
“Cinta apa ? “ Vira menjawab sambil mengernyitkan keningnya.
“Cinta aku …..” kata Dewa dengan suara berat.
“Kalau aku gak cinta, aku gak bakalan bela-belain ke sini” suara Vira yang dibuat seenteng mungkin ternyata tak bisa dibohongi. Vira tersedak setelah mengucapkan kalimat itu. Cinta….. iyalah cinta sahabat………..Itu niat awalnya.
“Hmmmm….” Dewa kembali menikmati makanannya.

Tak banyak yang mereka bicarakan. Mereka seperti terhanyut dalam lamunan masing-masing. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya mendadak hilang dari ingatan Vira. Hanya sesekali Dewa menatap Vira dengan tatapan anehnya.

Selesai makan mereka pun berjalan beriringan kembali. Cuma bedanya sekarang tangan Dewa menggandeng tangan Vira. Beberapa kali Vira berusaha melepaskan genggaman tangan Dewa. Tapi Dewa seperti takut Vira hilang di keramaian orang di mall itu. Lama-lama Vira pun tidak melepaskan tangannya, karena dia berfikir mungkin pergaulan orang sini sudah biasa bergandengan tangan di keramaian. Untuk keamanan diri maksudnya.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Vira harus kembali ke kota tempat tinggalnya. Berat rasanya meninggalkan Dewa. Ngobrol pun hanya sedikit sekali karena dilakukan sambil berjalan-jalan. Hanya hangatnya genggaman tangan Dewa yang benar-benar Vira nikmati.

Sesampai di terminal bis, Vira berharap bis lama terisi. Agar dia bisa lebih lama lagi bersama Dewa. Tapi Dewa tak banyak bicara, hanya sesekali dia menarik nafas panjang. Dewa terus menggenggam tangan Vira. Dan tiba-tiba Dewa mendekatkan tangan Vira ke bibirnya. Ah….. Dewa mencium tangannya…………..
Bergetar seluruh tubuh Vira. Vira tak dapat berbuat apa-apa. Dia pun tak sanggup tuk menarik tangannya. Oh….beginikah cinta sahabat ? Ataukah cinta Dewa telah berubah seperti cinta dirinya ?
Vira tak mampu menjawab semua yang berkecamuk dalam hatinya.
Oh…….semua karena cinta…………

Sesampai di kota tempat tinggalnya, Vira jadi tersenyum-senyum sendiri. Cintanya pada Dewa sepertinya tidak bertepuk sebelah tangan. Dewa mencintainya…………
Untuk sementara Vira ingin menikmati kebahagiaannya.

Pagi hari tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dewa………!!!
Pagi sekali dia sudah berkirim SMS. Hati Vira pun makin berbunga-bunga. Tapi saat SMS itu terbuka, bukan kata sayang yang selalu Dewa kirimkan tapi suatu penyesalan atas apa yang terjadi kemarin.

“Aku berdosa. Aku telah melampaui batas. Aku salah. Keluargaku sangat berharga, aku tidak ingin kehilangan mereka ”.
Vira tak mengerti mengapa Dewa berubah hanya dalam waktu beberapa jam setelah pertemuan mereka.

“Apa maksud kamu Wa….?” sanggah Vira.
“Kita hanya sebatas sahabat. Titik. “ tambah Dewa.
Seketika Vira menjadi marah karena Dewa menganggap dia akan merenggut Dewa dari keluarganya. Apa maksudnya Dewa berkata seperti itu ?

“Aku tetap mencintaimu sebagai sahabat, kamu yang melanggar batas itu. Aku memang tak berharga lagi, aku tak ada harganya dibandingkan dengan keluargamu, tapi aku tak akan merenggutmu dari keluargamu. Aku kemarin menemuimu hanya untuk bertemu dan berterima kasih pada orang yang telah membantuku bangkit dari keterpurukan. Tak lebih,” Vira sangat tersinggung dengan ungkapan Dewa.

Vira akhirnya memutuskan untuk secara perlahan menjauhi Dewa. Dia tidak mau dicap sebagai pengganggu rumah tangga orang. Tapi berkali-kali Dewa meminta maaf padanya dan mengatakan tak ingin kehilangan dirinya, hingga luluhlah hatinya untuk tetap kembali menjadi sahabatnya.
Semua Vira lakukan karena cinta……

Tapi lama kelamaan sikap Dewa jadi berubah. Sedikit-sedikit dia selalu menyebut tentang kehilangan keluarga tercintanya. Tapi dia juga sering bilang tidak mau kehilangan Vira. Saat Vira curhat tentang kekasihnya pun, Dewa tidak lagi memberikan kata-kata sejuknya, malah ada nada cemburu dari kalimatnya.

Dewa berandai-andai “Vir, seandainya kekasih kamu mau kembali padamu, kamu akan meninggalkan aku ?”. Ups…..Vira bingung sekali dengan sikap Dewa. Sudah diyakinkan bahwa kekasih Vira tak mungkin kembali, tetap saja Dewa menanyakan tentang itu.

Dengan memberanikan diri Vira mengirim SMS pada Dewa.
“Kamu benar-benar berubah Wa. Jujur…..aku ingin tahu isi hatimu sesungguhnya, apakah kamu mencintaiku melebihi sahabat ? Lalu kamu sekarang sangat ketakutan dan ingin menghapus rasa cinta itu dalam hatimu ?”.

Dan benarlah dugaan Vira. Jawaban SMS Dewa sangat tegas “Ya aku mencintaimu. Dan aku perlu waktu untuk menetralisir hatiku agar kembali pada keadaan semula”

“Duh… Dewaku….. ternyata kamu benar-benar mencintaiku.
Aku ingin hubungan kita seperti dulu lagi. Aku nggak mau cinta persahabatan kita ternoda oleh cinta antara laki-laki dan wanita. Tetaplah menjadi penasehat dalam kekalutanku dan janganlah kau libatkan dirimu secara emosional denganku.
Aku membutuhkanmu sebagai sahabatku. Semoga kau bisa menetralisir hatimu dan menjadi Dewaku yang dulu”.


***

Beberapa hari Dewa tak menghubungi Vira.
Tiba-tiba, tok..tok...tok.........… YM Vira berbunyi.
Seraut wajah emoticon muncul dengan senyuman.
"Vir...........miss U banget..........."

“Ach….. Dewaku, sahabatku, telah kembali………………….”


T A M A T


Nie Troozz

Wednesday, June 15, 2005

Menantang Ombak

Image hosted by Photobucket.com
Hampir setiap tahun kami selalu berlibur ke Pangandaran. Pangandaran adalah salah satu pantai terindah di daerah Jawa Barat. Perjalanan menuju ke sana pun menurut kami adalah yang termudah dan termurah dibanding menuju pantai lain misalnya Pantai Pelabuhan Ratu, Pantai Anyer atau pantai lainnya.

Terkadang pada waktu lebaran, saat setiap orang mudik ke kampung halamannya masing-masing, kami malah menghabiskan liburan lebaran di Pangandaran. Soalnya kami tidak punya kampung halaman.

Ada satu pengalaman yang tak akan mungkin aku lupakan hingga detik ini. Saat itu kami sedang bermain ombak di tepi pantai. Pada saat air laut surut, kita berlari ke tengah laut seperti menantang datangnya ombak. Kemudian setelah ombak datang, kita pun berlari secepat mungkin menuju pantai, saling berkejaran dengan ombak.

Pada saat ombak kecil kita tetap bersuka ria. Yang berlari mendahului ombak adalah pemenangnya. Dan yang kalah, akan tergulung oleh ombak. Kita hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihat orang yang tergulung ombak. Demikian juga orang yang tergulung ombaknya pun ikut tertawa ceria.

Makin lama aku makin jauh ke tengah laut. Tiba-tiba ombak besar datang, sangat besar. Aku berlari sekuat tenaga menuju pantai. Tapi lariku kalah cepat dari ombak. Aku tergulung ombak besar itu. Aku berusaha melawan ombak itu, tapi berpijak pun aku tak mampu. Aku terus tergulung dalam ombak dan terombang-ambing ke sana kemari. Aku berusaha menuju tepian pantai, tapi kakiku belum mampu menginjak pasir di pantai. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku pasrah dan hanya bisa berdo'a kepada Allah, mohon keselamatan. Berdo’a dan terus berdo’a.

Seperti biasa jika sudah mencapai pantai, ombak akan kembali ke tengah lautan. Ternyata aku baru menyadari ombak itu membawa serta celanaku !!!!! Ya…celanaku terlepas dan tertarik oleh ombak itu. Aku berusaha mempertahankan celanaku, tapi tarikan ombak sangat besar. Akhirnya celanaku terlepas semua, tapi jari kakiku masih bisa mempertahankannya hingga tidak terbawa oleh ombak. Untung saat itu aku memakai celana street yang ada kaitan sampai telapak kaki, sehingga jari kakiku dapat menahannya. Tapi aku tak kuasa tuk berdiri. Aku mempertahankan posisiku agar air menutupi sampai ke pinggangku. Duh…. Malunya aku……..

Orang-orang malah menertawakan aku, bukannya menolongku. Kemudian suamiku menolongku dan meraih celanaku. Aku pakai celanaku dan langsung berlari meninggalkan pantai menuju ke penginapan. Sungguh pengalaman yang tak dapat aku lupakan hingga sekarang. Malu, takut dan segudang perasaan lain yang ada di hatiku.

Tapi saat ini aku merenung, semua itu tak ubahnya sebuah kehidupan. Kehidupan laksana laut, yang kadang tenang tanpa gelombang. Tapi laut tak selamanya tenang. Akan ada riak-riak kecil, ombak kecil, ombak besar, bahkan hujan badai.

Pada saat riak-riak kecil kehidupan, kita dapat mengatasinya dengan mudah. Begitu pula jika hanya ombak kecil yang datang, kita masih bisa mengatasinya bahkan masih bisa menjalani kehidupan ini dengan tertawa ceria. Namun saat ombak besar dalam kehidupan datang, kita tak kuasa mengatasinya. Kita berjuang mengatasi ombak besar itu dengan segenap kemampuan yang ada dan hanya bisa pasrah dan berdo'a kepada Allah. Allahlah yang akan menolong kita. Mungkin orang lain di luar sana hanya bisa menertawakan kita. Akan hanya ada sedikit orang yang peduli kita.

Maka hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan. Dan pertolongan Allah itu akan datang bagi orang yang benar-benar meyakininya.


Nie Troozz

Monday, June 13, 2005

Apa yang bisa kupersembahkan bagi kehidupan ini ?

Sabtu pagi seperti biasa “kerja bakti” kulakukan. Mencuci pakaian, perabotan, beres-beres rumah, menyiram tanaman, membersihkan debu-debu yang tak pernah tersentuh di hari-hari biasa dan banyak lagi. Tapi Sabtu pagi itu aku mengerjakannya seorang diri, sepi…………. Suami bertugas ke luar kota, sedangkan anak-anak berlibur di rumah neneknya.

Aku setel radio keras-keras agar menutupi kesepian ini. Kupindah-pindahkan channel TV hanya untuk agar terasa ada yang “menemani”…hm….hanya berita-berita infotainment yang itu-itu saja…….bosan……..
Akhirnya jam dua belas siang, semua pekerjaan selesai.

Bosan dan sepi melanda hatiku ini. Tring…….. akhirnya aku dapat sebuah ide. Kenapa aku tidak mencari buku saja yah, buku yang sudah lama aku cari-cari yang hanya ada di Salman ITB. “Yessss…..mumpung suamiku gak ada”.

Akhirnya meluncurlah aku ke Salman ITB yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Tapi kalau tujuan sudah bulat, jarak tak jadi masalah.

Sesampai di sana, tentu saja banyak perubahan yang terjadi. Terakhir ke sana sekitar tahun 90-an. Tapi halaman yang sejuk dengan pohon-pohon besar tetap tak berubah. Teduh, asri, bersih, aku kagum pada yang merawatnya.

Ternyata di sana sedang ada kegiatan mempersiapkan Pesantren Kilat untuk anak-anak kecil. Kuperhatikan ikhwan dan akhwat yang sibuk mempersiapkan hiasan-hiasan seperti di TK yang mungkin untuk merubah suasana pesantren untuk anak-anak, agar pesantren tidak monoton dan menjemukan.

Kupandangi akhwat-akhwat yang berpakaian jilbab. Ups…aku malu pada diriku sendiri. Aku yang juga memakai jilbab, tapi mengenakan jeans ketat dan kerudung yang “mengikuti mode”. Memang penggunaan jilbabku akhir-akhir ini mengalami degradasi.
Hm…pakaianku dulu seperti mereka, tapi sekarang …………

Kutuju toko buku yang dulu sering aku kunjungi. Tapi sudah berubah menjadi lab komputer. Akhirnya atas kebaikan seorang ibu penjaga sandal dan sepatu, aku diantarkan ke toko buku dimaksud yang sudah pindah ke lantai dua. Seandainya tak ada ibu itu, aku sulit sekali mencari toko buku yang letaknya sangat tersembunyi.

Kupandangi rak buku satu persatu. Tak ada buku yang kucari. Ah… mungkin mataku kurang jeli. Kutelusuri kembali rak demi rak, tahap demi tahap, tapi pencarianku nihil. Karena toko itu hampir tutup, maka kuberanikan diri menanyakan keberadaan buku itu pada penjaga toko. Ternyata buku itu tak ada dan tak dikenal. Kenapa sulit sekali mencari buku itu di Bandung yah……...

Dengan langkah gontai kutinggalkan toko itu. Hari menjelang sore. Tapi aku tak mau pulang dengan tangan hampa. Dengan harapan kecil aku berjalan memutar melalui belakang mesjid. Masih sepi. Aku ikuti kemana kakiku melangkah. Dan terlihatlah kios-kios buku kecil berjajar rapi di belakang mesjid itu. Ragu aku mau menghampiri kios itu, karena aku pikir hanya kios buku-buku bekas. Tapi akhirnya aku memberanikan diri tuk bertanya. Dan….. ternyata…. Buku itu ada !!!! Alhamdulillah……….

Kubaca daftar isinya, beberapa telah kubaca dari kiriman milist DT. Tapi banyak juga yang belum aku baca. Sungguh indah isi buku itu. Banyak hal yang membuat aku trenyuh. Sabar dan syukur banyak dicontohkan dalam buku itu. Sungguh pandai para penulis itu merangkai kata, menyentuh hati. Membuat diri ini makin terasa kecil. Mereka bisa mempersembahkan karya mereka bagi kehidupan. Dengan tulisan mereka mungkin bisa mengubah kehidupan seseorang untuk menjadi lebih baik.

Lalu apa yang bisa kupersembahkan untuk kehidupan ini ???

Sejenak aku merenung, di usiaku yang sudah melebihi setengah dari usia Rasulullah ini, apa yang telah aku perbuat untuk orang lain ? Aku tak ada manfaatnya untuk orang lain. Diri ini hanya egois memikirkan kebahagiaan sendiri.

Tiba-tiba hati ini teringat seseorang yang sangat aku kagumi.Yang hidup seorang diri. Tapi kehadirannya selalu didambakan orang banyak. Saudara, sahabat, teman, dan orang-orang yang pernah mengecap budi baiknya. Akhirnya aku menemui dia dan ingin menemaninya di akhir pekan ini. Ungkapan bahagia terpancar ketika kukabarkan aku akan menginap di rumahnya.

Wajah yang terlihat selalu tersenyum, menutupi kerut-kerut halus di seputar matanya. Dirinya yang selalu ingin terlihat tegar, tetap tak dapat menyembunyikan “derita” dalam hidupnya. Di usianya yang hampir setengah abad, dia tetap hidup seorang sendiri.

Dia bibiku, adik dari ibuku. Dia adalah ibu kedua bagiku. Dia sangat dekat denganku. Dan aku merasakan, akulah keponakan yang paling disayang olehnya. Dia sangat-sangat dekat dengan kehidupanku dulu. Dari mulai mencuci “Bali”ku pada saat aku lahir, dia yang membantu mencuci popokku, menggendongku, mengajakku bermain, dan semua yang selalu dilakukan ibuku padaku.

Saat kakekku yang pegawai swasta pensiun dari pekerjaannya. Bibikulah yang menjadi tulang punggung keluarga kakekku. Sementara kakak-kakaknya yang telah berumah tangga, telah sibuk memikirkan keluarganya masing-masing. Bibiku membanting tulang menghidupi kakek dan nenekku dan ketiga adiknya yang masih bersekolah.

Sampai detik terakhir usia kakekku, dia yang menanggung semua biaya pengobatannya. Kemudian dia berusaha membahagiakan sisa usia nenekku sampai detik terakhir kehidupannya juga. Dia tak pernah memikirkan dirinya. Cita-citanya hanya ingin membahagiakan ayah dan ibunya, juga semua orang yang dikenalnya.

Tahun demi tahun ia lalui dalam kesendirian. Walaupun usianya sudah sangat matang untuk berumah tangga, tapi dia tidak ingin melakukannya sebelum adik-adiknya “mentas” semua. Sungguh pengorbanan yang tiada tandingnya.

Selain itu dia pun tak pernah menutup mata melihat keadaan kakak-kakaknya yang kurang mampu. Biaya sekolah keponakannya pun tak jarang ia bantu. Dia membantu keponakan-keponakannya seperti aku. Saat sekolah dulu, dia suka berkirim surat padaku dengan tak lupa menyelipkan uang jajan di sela2 lipatan suratnya. Dan itu dia lakukan untuk semua keponakannya.

Kata-katanya selalu keluar dari bibirnya yang tipis dengan sangat bijak. Anak buahnya pun selalu menjadikan dia tempat curhat yang sangat enak. Gores-gores kecantikan wajahnya membuat tak sedikit pria yang berusaha mendekatinya. Gayanya yang sedikit maskulin, bisa menutupi usia yang sebenarnya. Tetap cantik, menarik, dan bergaya bak anak muda. Tapi pria-pria itu selalu ditepisnya begitu saja. Dia ingin menyelesaikan “tugas”nya dulu tuk mensukseskan adik-adiknya.

Satu persatu adiknya berkeluarga. Demikian juga kami, keponakannya, meninggalkan dirinya tuk membangun bahtera rumah tangga. Tinggallah dia seorang diri.
Sunyi memang selalu dirasakannya. Tapi dia bunuh kesunyian itu dengan berbagi. Berbagi kepada siapa saja yang selalu membutuhkan pertolongan. Tukang kebun, tetangga, office boy, ah… terlalu banyak orang yang telah merasakan kebaikannya.

Dia merasa tak ada lagi ladang amal yang besar. Ayah sudah tiada, ibu pun sudah tak ada lagi. Sementara suami dan anak yang diharapkan menjadi ladang amal pun tidak dia miliki. Dia hanya menabur kebaikan. Dia menjadikan hidupnya bermanfa’at bagi semua orang. Tak hanya materi yang diberikan, tapi petuah dan nasehat pun tak pelit dia berikan pada siapa saja yang membutuhkannya. Dia berprinsip “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, lalu kita mati pun harus meninggalkan sesuatu yang orang lain akan tetap mengenang kita”.

Tapi “deritanya” terlihat jelas di akhir pekan itu. Hanya kepada akulah dia mencurahkan isi hatinya. Sungguh………..suatu pengorbanan diri yang luar biasa. Setitik air bening mengambang di kelopak matanya. Dia berkata “Jika aku diberi umur panjang nanti, tapi tua dan sakit-sakitan, kirimlah aku ke Panti Jompo”.

Duh……sakit rasanya mendengar kata-kata itu. Dia merasa tak punya siapa-siapa di hari tuanya nanti yang akan merawatnya seperti seorang anak yang akan merawat ibunya.
“Jangan berkata seperti itu,Bi…………, Semua orang tidak akan menyia-nyiakan Bibi. Semua orang sayang Bibi sebagaimana Bibi menyayangi kami semua. Bibi tak akan sendiri di hari tua nanti. Karena Bibi telah bermanfa’at bagi kami semua, dan Bibi sudah mempersembahkan sesuatu untuk kehidupan ini”.

Rasanya mendengar semua ceritanya, aku sangat tak ada nilai dalam kehidupan ini. Egois, mementingkan kebahagiaan sendiri dan menutup mata pada penderitaan orang lain. Tak ada yang merasakan manfa’atnya dengan keberadaanku. Tak ada yang akan merindukan saat aku meninggalkan dunia ini.

Lalu apa yang bisa kupersembahkan bagi kehidupan ini ???

Sebuah perjalanan mencari makna kehidupan menjelang “hari jadi”


Nie Troozz

Friday, June 10, 2005

Semua Karena Cinta............... (bagian II)

Semua itu Dewa lakukan karena cinta.
Semua karena cinta…………………


***

Allah sungguh Maha Pemurah. Cinta dan perhatian Dewa pada Vira sungguh besar. Dewa selalu hadir saat Vira butuhkan. Dewa selalu mengobati “sakit” Vira yang kadang-kadang masih kambuh. Sungguh …. Vira sangat berhutang budi pada Dewa. Dewa penolong hidupnya. Dewa penyelamat jiwanya. Dewa yang selalu mengisi hari-harinya dengan cinta.
Ah……..semua terjadi karena cinta……..

Cinta pula yang mendorong Vira tuk bertemu dengannya. Vira ingin bertemu dan berterima kasih pada “Dewa Penolongnya”. Dengan gaya kocaknya, Dewa berhasil mengambil hati Vira.
“Apa sich yang nggak buat kamu, Vir……” itu selalu yang diucapkan Dewa setiap Vira membutuhkan sesuatu.

Vira sangat tersanjung dengan perlakuan istimewa dari Dewa. Apapun kan dilakukan Dewa untuknya. Untaian kata-kata cinta selalu ada dalam kalimat-kalimat Dewa.

“Ach…..Dewaku……..jangan sampai aku mencintaimu melebihi cinta seorang sahabat. Karena aku tahu kau sudah berkeluarga dan aku pun menyadari keberadaan diriku yang tak berharga lagi. Aku mawas diri, aku harus tahu diri. Hingga selalu kualihkan setiap ada getaran cinta yang lain. Aku harus mempertahankan cinta ini hanya sebatas sahabat.
Semua ini kulakukan karena cinta………….”


Hingga saatnya untuk bertemu pun tiba. Vira yang belum pernah pergi ke kota Metropolitan seorang diri, agak ragu tuk memasuki terminal bis. Baru sekali ini dia memasuki terminal bis. Dengan percaya diri dia ikuti orang yang berjalan di depannya.

“Bayar apaan tukh ?” pikir Vira. “Oh…. bayar peron”.

Vira lihat uang recehan yang menggunung di depan penjaga peron.
“Berapa yach” Vira bergumam dalam hati.
Vira mengeluarkan uang seribuan karena tidak tahu berapa harga peron itu, tapi untuk bertanya agak gengsi. Ternyata uang kembaliannya banyak sekali.
“Ooh…cuman dua ratus perak…. murah amat”.

Dengan langkah tegap dia mengikuti jejak orang tadi.
“Ini masih di dalam ruangan terminal, mana pintu menuju ruang terbuka tempat bis-bis itu berada ?” hatinya terus bergumam sendirian. Akhirnya keluarlah dia dari lorong terminal itu dan terlihatlah barisan bis dengan berbagai tujuan. Legalah hatinya.

Sebelum naik bis, dia lihat barangkali ada buah tangan yang bisa dibawa untuk sahabatnya. Tak sempat dia membeli sesuatu ciri khas daerahnya, untuk sahabatnya tercinta. Tapi tak apalah, Dewa akan mengerti keterbatasan waktu yang dimilikinya. Akhirnya dia hanya membeli sedikit buah tangan, yach….daripada tidak sama sekali.

Bis AC yang Vira tumpangi ternyata masih kosong. Wah…hari sudah beranjak siang. Tapi mungkin Allah mengijinkan langkahnya. Tak lebih dari sepuluh menit, satu persatu penumpang mengisi bisnya. Alhamdulillaah………….. akhirnya Vira berangkat menyongsong cinta sahabatnya.
Semua dilakukannya karena cinta………...

Perjalanan menuju kota Metropolitan dirasakan sangat lamban. Bis rasanya hanya merayap saja di jalan toll yang baru itu. Biasanya dalam perjalanan, Vira selalu tertidur. Tapi dalam perjalanan kali ini, dia benar-benar menikmati perjalanannya. Dia sudah tak sabar ingin bertemu sang sahabat.

Akhirnya empat setengah jam perjalanan Vira lalui sudah. Metropolitan sudah ada di depan mata. Tinggal cari taksi buat sampai ke tempat tujuan.
“Eh..koq jadi deg-degan yach…..” Vira memencet nomor di telepon selularnya yang sudah sangat ia hapal di luar kepala.

“Hallo Wa, aku udah di pelataran mall nich….”.
“Dimana ? Aku dari tadi udah nunggu kamu di pelataran. Kamu pake baju apa ?” sahut Dewa dari seberang sana.
“Kalau kamu” Vira malah balik bertanya.
“Aku pake kemeja biru” jawab Dewa.
“Aku……………” Vira malah bingung menyebutkan warna bajunya, karena dari kejauhan ada seorang lelaki muda menghampiri dirinya sambil memegang ponsel.
“Ini kali Dewa yach………” gumam Vira dalam hati.

Lelaki itu tersenyum, memasukkan ponsel ke sakunya, dan mengulurkan tangannya.
“Finally……………Vir, akhirnya ketemu juga” sapa Dewa.
Vira yang jadi kikuk mengulurkan tangannya, dan hanya bisa tersenyum tanpa bisa berkata apa-apa. Vira menarik nafas panjang untuk meredakan gejolak hatinya.

Dewa………. Ups….Vira jadi terpesona. Apa benar dia Dewa ?
Perawakannya yang sedang, terbalut kemeja biru, membuat kulitnya yang putih bersih itu makin terlihat menawan. Senyumnya………amboi….menampakkan sederetan gigi yang putih dengan kumis tipis di atas bibirnya. Hidung mancung, mata yang besar dengan bulu mata panjang. Ah….alangkah sempurnanya. Semua itu mengingatkan Vira pada sang kekasih yang telah pergi meninggalkannya.

“Apakah Dewa dikirim Allah tuk menjadi pengganti kekasihku ?” hanya hati Vira yang terus berkicau, sedang mulutnya seperti terkunci rapat. Hanya senyum yang nampak di bibir Vira. Dia masih merasa tak percaya kini telah benar-benar di hadapan sahabat yang selalu dirindukannya.Tapi Vira langsung menghalau suara hatinya. Dia pulihkan hati dan menyadari kalau Dewa telah berkeluarga dan tidak mungkin dia miliki.
Ah…Dewa…seandainya……..

“Kamu pasti belum makan ?” suara Dewa menyadarkan lamunannya.
“Eh…oh… gak lapar …., kamu lapar ?” jawab Vira.
“Aku sengaja nunggu kamu untuk makan bareng” Ah…Dewa kamu baik banget.
“Aku pengen sholat dulu Wa….”
“Ayo…aku antar……..”
Berjalan beriringan dengan Dewa, membuat Vira serasa sedang jatuh cinta.
Yach………… Semua karena cinta dech……..

(masih ada lagi nich sambungannya……)


Nie Troozz

Thursday, June 09, 2005

Semua Karena Cinta............... (bagian I)

“Hallo cinta………………..”.

Vira tersenyum saat YMnya muncul.
Ahhh……… sahabatku yang satu ini, dikau selalu membuatku tersenyum”, gumam Vira dalam hati. Memang hari-hari terakhir Vira selalu terisi dengan cinta, cinta seorang sahabat yang sangat tulus dan murni.
Semua karena cinta………………..

***

Beberapa bulan yang lalu, Vira benar-benar terguncang. Vira gadis yang lugu, telah dicampakkan oleh sang kekasih yang dulu benar-benar mencintainya. Cinta telah mengalahkan segalanya. Karena cinta pula Vira rela mengorbankan harta yang paling berharga yang dimilikinya. Ternyata cinta kekasihnya, hanya bualan semata. Dia pergi setelah mendapatkan segalanya.
Semua karena cinta………………..

Tinggallah Vira seorang diri dalam gelapnya kehidupan. Masa depannya telah hancur. Tak ada lagi ceria di wajahnya, tak ada lagi semangat hidup dalam dirinya.
“Buat apa aku hidup, aku sudah tak berharga lagi”.
Setiap hari hanya tangis yang menghiasi wajahnya. Wajahnya kuyu, mata sembab, badan tak terurus.

Tak ada lagi Vira, gadis yang sangat menarik. Semua orang pasti akan betah berlama-lama ngobrol ataupun bertukar fikiran dengannya. Vira yang dulu kini telah lenyap berganti dengan Vira yang pemurung dan tidak mau bergaul dengan siapa pun.

Untunglah Vira masih punya setitik iman. Setitik rasa takut pada Allah jika ia harus mengambil jalan pintas. Ya...…sempat terlintas dalam benaknya untuk mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Tapi dia masih ingat apa azab Allah yang akan diberikan pada orang yang bunuh diri.
Ah...… tak sanggup dia untuk menerimanya.

Hanya tetes-tetes air mata yang menghiasi sholat malamnya. Vira menyerahkan semuanya pada Allah. Sebenarnya dia sangat malu tuk menghadapkan wajahnya pada Allah. Malu karena teramat banyak dosa yang telah dilakukannya. Malu merasa dirinya sudah ternoda. Dirinya sudah kotor bergelimang dosa. Dia tak yakin Allah Yang Maha Pengampun itu akan mengampuni dosa-dosanya.

Teman-temannya pun selalu datang menghiburnya. Tapi jiwa Vira seperti kosong, jiwa yang sudah rapuh, seperti tak punya pegangan hidup lagi. Vira pun mendatangi seorang psykolog. Dia berharap psykolog itu bisa membantu kegoncangan jiwanya. Tapi setelah konsultasi dengan psykolog itu, bathinnya tetap tak jua memperoleh kedamaian.

Berbagai buku-buku keagamaan pun dilahapnya. Muhasabah di pesantren terkenal itu juga didatanginya. Tapi hanya sekejap kedamaian itu datang. Selebihnya dia kembali dalam dunianya yang hampa.
“Mengapa ya Allah……. tak ada yang bisa menentramkan hatiku ?”, lirih suara hati Vira dalam do’anya.


Kadang bila teringat masa lalunya, Vira seperti orang yang “sakau”. Dia menangis histeris, dia berguling-guling karena seluruh tubuhnya terasa sakit dan ngilu. Dia sangat sakit saat teringat kekasih yang sangat dicintainya itu sudah tak memperdulikan dirinya lagi. Walaupun sudah berulang kali mengemis-ngemis pada kekasihnya itu, tapi dia tak bergeming untuk melihat keadaan Vira yang sangat memprihatinkan.
Pengorbanan demi cinta kadang menyakitkan.
Semua karena cinta…………..

Lelah sudah hati Vira tuk mencari kedamaian hatinya. Vira pun beralih ke dunia maya untuk mencari kedamaian bathinnya. Vira yakin bisa mendapatkan sesuatu di dunia maya itu. Vira kemudian mendaftarkan diri pada sebuah milist. Setiap hari dia dikirimi berbagai artikel oleh milist itu. Ayat-ayat Al Qur’an, hadist-hadist, cerita-cerita menarik dan banyak lagi yang dia dapat dari milist itu.

Setiap hari Vira membaca artikel dari milist itu. Dia tertarik pada salah satu penulis yang selalu bercerita tentang kehidupan. Tentang betapa banyak orang yang lebih menderita. Betapa kita harus bersyukur setiap menerima apa yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Dan banyak sekali artikel yang sangat menyentuh hati. Karena artikel penulis itu selalu didasari cinta. Cinta Allah, cinta orang tua, cinta keluarga, cinta sahabat, dan cinta pada sesama.
Semua didasarkan karena cinta…………………..

Dewa Mahendra……….demikian nama penulis itu. Vira ingin sekali berkenalan dengan penulis itu. Tapi dia ragu, apakah seorang penulis besar seperti dia, mau berkenalan dengannya ? Tapi Vira memberanikan diri tuk mengirim email untuknya. Ternyata tak disangka email Vira dibalas !!!
Wow….betapa bahagianya Vira. Ternyata masih ada yang peduli dengannya.

Hari berganti hari. Wajah murung Vira pun berganti ceria. Kini ada seseorang yang mau mendengarkan kegalauan hatinya. Vira memang bercerita semua kisah hidupnya pada Dewa, sang penulis itu, berharap Dewa akan memberikan kalimat-kalimat indahnya sebagai penyejuk hati Vira. Karena di setiap artikel Dewa selalu ada kata-kata petuah yang menjadi solusi setiap masalah.

Vira kini tak lagi sendiri. Kini hidupnya tak hampa lagi. Setiap hari selalu ada kata-kata penyejuk hati. Indah kata-katanya karena selalu berisi cinta. Cinta sebagai seorang sahabat adalah cinta yang tulus dan murni. Begitulah setiap hari, email, chat, sms bahkan telepon pun tak ragu Dewa lakukan untuk Vira, sahabatnya. Dewa benar-benar ingin membahagiakan Vira, dia memang bak “Dewa Penolong” bagi kehidupan Vira.
Semua itu Dewa lakukan karena cinta.
Semua karena cinta…………………


(bersambung)


Nie Troozz

Wednesday, June 08, 2005

Makna Kehadiran Seorang Sahabat

Beberapa malam terakhir aku tidak bisa memejamkan mataku. Hatiku rasanya tak menentu. Sendiri dalam keheningan malam, membuatku semakin merasa kecil, tak bermakna dalam kehidupan ini. Tapi rasanya ada sebongkah batu yang menyesakkan dadaku.

Kuambil air wudlu, ku bersujud, ku bersimpuh di hadapan Yang Maha Agung, Yang memiliki segalanya, Yang menguasai semua yang ada di dunia ini. “Adukanlah semuanya pada Allah, Dia yang akan menyelesaikan segalanya”, itu yang selalu dikatakan oleh sahabatku.

Sahabat, selalu hadir saat kita butuh pertolongan. Memang seharusnya “Cukuplah Allah sebagai penolongmu”, tapi mungkin karena ibadah kita kurang sehingga kita kurang dekat dengan Allah, maka Allah tidak langsung memberikan pertolonganNya. Atau terlalu banyak dosa yang kita perbuat, sehingga Allah menangguhkan pertolonganNya.
Pada sahabatlah tempat kita berkeluh kesah, tempat kita berbagi. Mungkin melalui sahabat pula pertolongan Allah itu selalu datang. Cinta sahabat tanpa pamrih, begitu tulus dan murni.

Kubayangkan wajah-wajah sahabat sejak kecil dulu. Berganti tempat, berganti tahun, sahabatku pun silih berganti. Banyak sekali, tapi dimanakah mereka kini ? Mereka telah sibuk dengan dunianya masing-masing.

Saat ini aku benar-benar membutuhkan kehadiran sahabatku. Aku ingin mengeluarkan bongkahan batu dalam hatiku. Tapi dia telah jauh. Kadang ada kesalahfahaman yang menjauhkan kami. Karena sahabat juga adalah manusia, yang tak luput dari khilaf dan dosa. Sedih sekali rasanya jika ada kesalahfahaman, sedih jika harus kehilangan sahabat. Tak ada lagi tempat berbagi, tak ada lagi tempat berkeluh kesah. Tak ada yang mau mendengarkan sisi buruk kehidupan sekalipun.

Kembalilah sahabatku, aku akan berusaha menuliskan semua salah dan khilafmu di atas pasir. Sehingga jika angin datang berhembus, tulisan itu akan lenyap, hilang tak berbekas. Dan aku pun telah menulis semua kebaikanmu di atas batu. Sehingga semua kebaikanmu tetap terpahat dan tak kan hilang dimakan waktu.

Sahabat……….tetaplah menjadi bagian dari hidupku, tetaplah menjadi jalan pertolongan Allah untukku.


Nie Troozz

Monday, June 06, 2005

Semoga Menjadi Tabungan Amal

Jodoh, rezeki, hidup dan mati, semua ada di tangan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semua itu telah ditetapkan olehNya. Dengan Maha Pengasihnya, Dia berikan pada semua orang tanpa mengenal apakah orang itu beriman ataupun tidak, apakah orang itu rajin beribadah ataupun ogah-ogahan. Dia tetap memberinya. Dan dengan Maha Penyayangnya dia berikan kasih sayang yang lebih kepada hambaNya yang beriman, bertaqwa dan taat beribadah kepadaNya.

Setiap orang telah mempunyai jatah itu semua. Jatah jodoh, jatah rezeki, jatah umur pun telah ditakdirkan olehNya. Tapi semua jatah itu tidak akan diberikan begitu saja. Semua itu harus didapatkan dengan kerja keras dan dengan perjuangan.

Contohnya seorang bayi yang ingin minum susu, jika menangis pelan, ibunya akan datang dengan santai atau bahkan malah mengerjakan pekerjaan lain dahulu. Berbeda jika bayi itu menangis dengan kencang, ibunya akan berlari tergopoh-gopoh menghampirinya.
Itu bayi.............
Lain lagi dengan anak sekolah yang setiap hari harus berlari mengejar bis kota, dengan harapan akan dapat tempat duduk yang nyaman. Bagi yang berlari dengan sekuat tenaga dia akan berhasil mendapatkan tempat duduk dalam bis itu, sedang bagi mereka yang berjalan dengan santai, atau pun hanya berdiri di trotoar menunggu bis lewat di hadapannya, mereka tidak akan mendapatkan tempat duduk yang nyaman, atau bahkan untuk berdiri pun tak muat lagi. Bis sudah penuh sesak oleh orang yang berlari, oleh orang yang berjuang penuh pengorbanan. Berlari, berpeluh, berebut dan tentu saja tak lepas dari bait-bait do'a yang selalu mengiringi setiap usaha. Karena hanya dengan do'a kita bisa lebih dekat denganNya.

Ya....memang kita harus berlari dalam menggapai apa yang kita inginkan. Hidup adalah perjuangan. Oleh sebab itu, selama masih hidup, perjuangan tidak akan pernah berakhir.

Adakalanya kita pun melihat orang-orang yang berleha-leha tapi hidupnya senang. Punya orang tua kaya yang butuh apa pun tinggal minta, warisan yang banyak, semua serba ada. Itu pun tak lepas dari takdirnya. Memang sudah ditetapkan pula rezeki yang berlimpah olehNya.Kita tak dapat merubah semua apa yang telah digariskan olehNya. Itu memang sudah rezekinya.

Tapi adakalanya pula kita telah berusaha dengan sekuat tenaga, tapi apa yang kita inginkan tidak tercapai. Kita merasa telah mengorbankan moril maupun materiil yang begitu besar, tapi hanya kekecewaan yang didapatkan. Ingin rasanya protes pada Yang Kuasa, tapi apalah daya kita, hanya seorang hamba yang lemah tak berdaya. Yang hanya bisa pasrah dan bertawakal atas apa yang telah digariskanNya. Memang kadang terasa sakit jika membayangkan besarnya pengorbanan kita. Sakit karena pengorbanan itu terasa sia-sia. Tapi semua itu hanya bisa dipasrahkan pada Yang Maha Berkehendak.

Seperti yang selalu diajarkan Rasulullah, bahwa kita harus bertawakal setelah berusaha sekuat tenaga. Karena Allah pasti akan memberikan imbalan pada semua usaha kita, pada semua amal kita.

Layaknya amal, Allah akan membalasnya dengan tiga kemungkinan. Pertama, Allah akan membalas amal kita semuanya di dunia ini. Kedua, Allah akan memberikan balasan amal kita sebagian di dunia dan sebagian lagi sebagai tabungan di akhirat. Dan yang ketiga, Allah akan membalas seluruhnya sebagai tabungan amal di akhirat kelak.

Dengan bertawakal, kita bisa berdo'a dan berharap, mungkin Allah tidak membalas semua amal dan usaha kita, dan akan memberikannya sebagai tabungan amal kita di akhirat kelak.

Amien.


Nie Troozz